Jambi, Aurduri.com – Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI), Kurniadi Hidayat menilai bahwa, program Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) diduga gagal dan tidak transparan.
Kurniadi menjelaskan bahwa, mengacu pada pemberitaan sebelumnya oleh Jamberita.com tanggal 6 Oktober 2023, yang melaporkan bahwa program BKBK melalui perlindungan BPJS Ketenagakerjaan BPU telah menyalurkan dana sebesar Rp. 7,699 miliar per September 2023 untuk masyarakat ekonomi ekstrem di Provinsi Jambi.
Namun, media Antara dalam rilis resminya pada 18 September 2023 menyebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan Cabang Jambi hanya menyalurkan Rp.6,2 miliar untuk penerima manfaat masyarakat miskin ekstrem di Provinsi Jambi.
Perbedaan angka ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akurasi data yang disampaikan oleh pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan.
Kurniadi mengatakan bahwa LPKNI telah mengklarifikasi ke Dinas Sosial Provinsi Jambi, namun pihak Dinas Sosial mengarahkan mereka ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Jambi. Namun, dari pihak Dinas Sosial Provinsi Jambi terkesan menghindar.
Kurniadi juga mengungkapkan bahwa, program BKBK tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan di lapangan.
Setiap kelurahan dan desa seharusnya mendapatkan manfaat bantuan BKBK untuk 75 orang, terdiri dari 50 orang masyarakat miskin ekstrem dan 25 orang pekerja rentan.
Namun, banyak masyarakat yang tidak menerima Kartu BPJSTK, dan program tersebut tidak pernah disosialisasikan dengan baik.
“Ada masyarakat yang menerima Kartu BPJSTK tapi tidak tahu manfaatnya karena tidak pernah ada sosialisasi baik dari pemerintah maupun tim BPJSTK. Akibatnya, masyarakat yang mengalami kecelakaan kerja tidak memanfaatkan Kartu BPJSTK karena ketidaktahuan mereka,” ujarnya.
Selain itu, Kurniadi mengungkapkan bahwa sebagian data penerima manfaat tidak sesuai dengan pekerjaan sebenarnya.
Beberapa masyarakat yang didaftarkan sebagai pekerja tertentu ternyata tidak sesuai dengan pekerjaan mereka di lapangan, sehingga menyebabkan penolakan saat membutuhkan perawatan medis.
“Misalnya, seorang tukang ojek yang mengalami kecelakaan jalan ditolak oleh rumah sakit karena terdaftar sebagai petani di BPJSTK,” beber Kurniadi.
“Kami menemukan bahwa beberapa masyarakat yang sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu masih terdaftar dan kartunya masih aktif,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa program ini diduga mengandung pemalsuan data dan indikasi korupsi serta penyelewengan anggaran dan penyalahgunaan jabatan.
“Pertanyaan yang kami lontarkan kepada dinas terkait pun tidak bisa dijawab dengan jelas. Kami menduga program yang memakai anggaran miliaran rupiah ini disalahgunakan secara sistematis dan terorganisir,” pungkas Kurniadi. ***
Discussion about this post