Oleh: Prof. Johannes
Rangkaian kegiatan dibutuhkan untuk menyusun langkah sesuai dengan MoU antara HANHA industry di Korea dengan Pemerintah Provinsi di bidang pariwisata. Untuk efektifnya, dibutuhkan fokus ataupun bidang yang menjadi ranah kerjasama dimaksud, bahkan hal bagian dari bagian mana harus dimulai adalah penting untuk kedua pihak. Adapun objek kerjasama adalah Danau Sipin yang telah lama dikenal sebagai destinasi yang belum berfungsi maksimal. Sebagai destinasi di perkotaan (peripheral destination) perannya diharapkan akan signifikan menjadi salah satu faktor yang meningkatkan daya saing, yang berperan multi baik untuk pemerintahan kota maupun pemerintah provinsi Jambi.
Sebagai satu bentuk kerjasama dibutuhkan satu strategi implementasi untuk mengefektifkan tindakan berbagai pihak terlibat, berkolaborasi saling melengkapi antara satu pihak terhadap pihak lain. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan peran multipihak agar saling melengkapi (komplemen) satu dengan lainnya.
Dukungan Pemerintah
Secara kewilayahan didapat dua pihak yang berperan dalam pengembangan Danau Sipin pemerintah provinsi dan kota. Keduanya masing-masing mempunyai kegiatan di satu wilayah yang dibatasi “tanda” mana yang menjadi wilayah pemerintah provinsi dan kota. Keduanya mempunyai keterbatasan dalam hal pendanaan karena pengusulan pembiayaan harus sesuai dengan perwilayahan dan prioritas pembangunan.
Selain itu didapat peran pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Wilayah Sungait Sumatera VI (BWSS VI). BWSS VI adalah lembaga vertikal yang dibentuk kementrian PUPR “merawat” Danau Sipin sebagai bagian dari Sungai Batanghari mulai dari hulu sungai di Sumatera Barat hingga di hilir, di provinsi Jambi. Perannya sangat ini paling dominan adalah melindungi kota jambi dari ancaman banjir, baik karena curah hujan maupun karena luapan banjir sungai Batanghari. Untuk itu peran mereka fokusnya kepada perawatan fisik Danau Sipin termasuk dari ancaman sampah yang menjadi ancaman terhadap Danau Sipin. Sehingga didapat tiga pihak pemerintah yang terlibat di Danau Sipin. Keterlibatan formal demikian sangat mendukung terhadap upaya merealisasikan Danau Sipin sebagai satu destinasi perkotaan.
Memposisikan HANHA industry
HANHA sebagai satu industri di bidang “penjernihan” air di tahun 2024 tertarik untuk menopang pembiayaan dengan sumber KOICA (Korea International Cooperation Agency) yang meliputi: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertanian dan pembangunan desa, lingkungan dan perubahan iklim, pemerintahan dan administrasi publik, pemberdayaan ekonomi dan pembangunan industri, pembangunan sosial dan kerjasama teknik dan pelatihan. Mereka adalah kelompok (vested intrest) yang memberikan perhatian oleh karena berbagai alasan logis. Misalnya, kegiatan yang akan dilakukan ini adalah bagian dipimpin membangun membangun citra positif pemerintah Korea dan HANHA sekaligus sebagai negara dan industri yang peduli lingkungan dan banyak lagi yang mereka ingin wujudkan. Tak dipungkiri, mereka ingin menciptakan branding yang positif di Indonesia ditengah-tengah branding yang dibuat oleh Tiongkok dan Jepang.
Dalam posisi seperti itu, HANHA industri merencanakan penyiapan infrastuktur yang direncanakan dipasang di Danau Sipin. Untuk itu tim mereka telah dua kali mengamati langsung kondisi Danau Sipin di titik mana akan dilakukan seandainya “proyek” dilaksanakan. Namum hal ini haruslah tetap memposisikan Danau Sipin sebagai destinasi wisata, sebagaimana dari hasil diskusi dengan Dinas Pariwisata kota jambi menetapkannya sebagai wisata air. Dengan wisata air maka atribut yang dibangun dan atraksi juga menopang konten daripada atraksi dimaksud. Dengan konsep ini maka selaras lah apa yang menjadi prioritas HANHA yang menjadikan Danau Sipin sebagai destinasi dengan air jernih, bebas dari sampah.
Posisi HANHA dala keadaan seperti ini haruslah berkolaborasi satu dengan lainnya dengan para pihak: BWSS IV, Dinas Pariwisata Kota Jambi dan Provinsi, Lingkungan Hidup Kota dan Provinsi Jambi , termasuk dengan Pokdarwis. Pokdarwis dalam hal ini adalah kelompok di akar rumput yang paling merasakan dampak maupun akibat dari kegagalan fungsi Danau Sipin.
Dalam keadaan kering, karena kemarau kering misalnya kelompok darma wisata kehilangan kesempatan memperoleh pengunjung, karena seluruh atraksi mereka tidak akan dapat dimainkan. Demikian juga dengan akibat daripada kekeringan akan berimbas kepada UMKM karena mereka tidak akan memperoleh pengunjung.
Pelibatan para pihak terus dilakukan termasuk kepada pemerintah kota Jambi. Tim menyampaikan MoU kepada mereka dengan harapan agar mendapat dukungan. Kota Jambi dalam hal ini akan memperoleh manfaat langsung dari keberhasilan pembangunan Danau Sipin.
Memperjelas bentuk kerjasama
MoU bisa dikatakan adalah kesempatan, berkomitmen tentang satu hal dalam hal ini adalah pengembangan Danau Sipin. Namun masih dibutuhkan klarifikasi, misalnya bagaimana memulai pekerjaan yang dapat menjadi penghela bagi pekerjaan lain secara keseluruhan yang dinilai menjadi pengungkit bagi pembangunan danau dan manfaat untuk sekeliling. Pengait an Danau Sipin sebagai destinasi air menopang berbagai bentuk kegiatan lain, yaitu konservasi air, habitat, dan pemandangan indah yang didapat di Danau Sipin. MoU berkaitan dengan gambaran besar (big picture) tentang bagaimana hal ini menjadi rujukan bagi para pihak.
Perwujudan sebagai destinasi air, yang membutuhkan tindakan komplemen para pihak di sana. Di musim kemarau seperti ini terlihat permukaan Danau Sipin menyurut dengan nyata karena Danau Sipin mengalami out-flow melalui desa Legok. Air Danau Sipin di kampung Legok menunjukkan aliran ke sungai Batanghari. Akibatnya pendangkalan terjadi dengan cepat yang berakibat kepada pertampakan danau penuh dengan lumpur, yang berakibat terhadap kendala dalam mengarungi danau. Dalam pengamatan terlihat adanya alat berat yang dapat digunakan melakukan pengerukan secara bertahap akan tetapi belum digunakan. Artinya pada saat pendangkalan, pengerukan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas danau.
Dengan pengerukan, ataupun pembuangan sampah sekaligus akan menjadikan ruang yang lebih luas. Kualitas air tidak saja terbaiki, akan tetapi pendangkalan tidak terjadi secepat kalau tidak dilakukan pengerukan atau penangkapan sampah. Demikian juga dengan pintu air dari tiga sungai semuanya bermasalah. Jaring yang semula dimaksudkan untuk menjaring sampah agar tidak sampai di danau tak terjadi. Setelah jaring rusak malah tidak diperbaiki, akibatnya tumpukan sampah di pintu keluar tiga sungai ini menjadi pemandangan tak pantas sebagai satu destinasi.
Kolaborasi menjadi salah satu kunci, dimana para pihak menyepakati tentang satu hal, Danau Sipin hendak dijadikan apa. Jawaban untuk ini telah terumuskan bahwa Danau Sipin adalah destinasi wisata air yang kemudian mengisyaratkan beberapa hal.
Kesepakatan ini adalah modal dari prinsip kolaborasi yang kemudian dilanjuti dengan pertanyaan siapa saja yang terlibat dan apa peran mereka di sana. Dengan kesepakatan tentang apa dan peran mereka, maka para pihak yang berada di satu “board” dapat memantau dan mengevaluasi apakah para pihak ini berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga para pihak terhindar dari kebiasaan sekedar melaporkan output sesuai dengan target masing-masing.
Tantangan
Kolaborasi praktisnya penyadaran bahwa para pihak komplemen satu dengan lainnya terhadap apa yang isu yang disepakati. Untuk itu dibutuhkan satu “board” yang dapat memantau hasil pekerjaan yang satu terhadap pekerjaan yang lain. Lebih dari sekedar koordinasi, tapi siap saling menyesuaikan (co-production) terlebih bila mempertimbangkan bahwa Danau Sipin adalah barang publik yang diharapkan dapat pengungkit pembangunan baik bagi Kota maupun Provinsi Jambi.
Penulis merupakan Tenaga Ahli Gubernur Bidang Ekonomi
Discussion about this post