Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M. AP
Bung Karno, dalam sebuah bukunya pernah menulis, “Partailah yang memegang obor, partailah yang berjalan di muka, partailah yang menyuluhi jalan yang gelap dan penuh dengan ranjau-ranjau sehingga menjadi jalan terang.” Bagi Bung Karno, di alam demokrasi, partai politik ibarat lentera di tengah kegelapan malam. Tak bakal tentu arah demokrasi tanpa kehadiran partai politik. Namun sayang, di Indonesia, idealitas partai politik yang dibayangkan Bung Karno, bahkan hingga kini, belum sepenuhnya terwujud. Alih-alih menjadi penyuluh, partai politik justru kerap kehilangan arah bagi dirinya sendiri. Idealnya, partai politik seharusnya menjadi representasi keinginan dan aspirasi masyarakat. Mereka harus berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dan mewujudkan harapan rakyat, serta menjadi pengemban nilai-nilai demokrasi. Namun, realitanya seringkali berbeda. Banyak partai politik yang lebih fokus pada kepentingan internal, persaingan kekuasaan, dan jauh dari perjuangan memajukan kesejahteraan masyarakat.
Untuk lebih memahami ketidaksesuaian antara idealitas dan realitas tersebut, penting untuk mengkaji esensi demokrasi itu sendiri. Memahami esensi demokrasi sebagai sarana untuk mencapai keadilan dan kemakmuran adalah langkah awal yang penting. Kita perlu mengambil pelajaran dari masa lalu dan merujuk pada nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendiri bangsa. Ungkapan bijak dari Bung Karno ini menyoroti pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap tujuan sejati demokrasi.
Namun, memahami esensi demokrasi tidaklah cukup jika tidak diikuti dengan tindakan nyata untuk mewujudkannya. Demokrasi bukan sekadar konsep abstrak yang hanya diucapkan dalam pidato atau tertulis dalam konstitusi; ia harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh rakyat maupun oleh para pemimpin yang dipercayakan untuk memegang kendali kekuasaan. Meskipun pemahaman terhadap esensi demokrasi penting, realitas menunjukkan bahwa tanpa komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menerapkannya, tujuan demokrasi sejati sulit tercapai.
Meskipun pemahaman terhadap esensi demokrasi penting, realitas menunjukkan bahwa tanpa komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menerapkannya, tujuan demokrasi sejati sulit tercapai. Hal ini tercermin dari perilaku partai politik yang sering kali menyimpang dari cita-cita mulia demokrasi, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Ketidakmampuan untuk menjaga komitmen terhadap esensi demokrasi ini menjadi semakin jelas ketika kita melihat bagaimana partai politik, yang seharusnya menjadi pilar demokrasi, justru sering kali terjerumus dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan semangat demokrasi itu sendiri. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kepentingan pribadi dan golongan sering kali mendominasi, mengaburkan peran utama partai sebagai penyuluh jalan demokrasi. Kerap kali, politik uang, dinasti politik, dan kooptasi oleh oligarki mengaburkan fungsi utama partai sebagai penyuluh jalan demokrasi. Bukannya menerangi jalan rakyat, mereka justru terjebak dalam gelapnya koridor kekuasaan yang dibangun atas dasar kepentingan sempit.
Ironisnya, ketika seharusnya partai politik menjadi wadah bagi berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam demokrasi, kenyataannya akses ke dalam partai seringkali terbatas bagi mereka yang memiliki modal besar atau koneksi kuat. Inklusi politik yang seharusnya diusung justru bergeser menjadi eksklusivitas, yang hanya memperkuat elitisme dalam demokrasi kita.
Untuk mengembalikan partai politik ke jalur yang diinginkan oleh Bung Karno, diperlukan reformasi yang menyeluruh. Reformasi ini tidak hanya menyentuh struktur dan aturan partai, tetapi juga budaya politik yang telah mengakar. Partai harus kembali kepada jati dirinya sebagai alat perjuangan rakyat, bukan sekadar alat untuk mencapai kekuasaan. Keberanian untuk bertransformasi dari dalam, membuka ruang partisipasi yang lebih luas, dan menegakkan nilai-nilai keadilan sosial harus menjadi agenda utama.
Jika reformasi ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka lentera yang diharapkan Bung Karno akan terus meredup, dan demokrasi kita akan kehilangan arah dalam kegelapan. Untuk mencegah hal ini, perlu adanya kesadaran kolektif dan tekad yang kuat dari semua elemen bangsa, baik rakyat, pemimpin, maupun partai politik itu sendiri. Setiap pihak harus berkomitmen untuk memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi yang sesungguhnya dan menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama.
Penulis adalah Tenaga Ahli Gubernur Bidang Sumber Daya Manusia
Discussion about this post