Oleh: Bahren Nurdin
Pastilah kita ummat Islam sudah sangat faham dengan makna surah Al-Hajja 37 ini, “Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…”. Qurban itu bukan persembahan atau sesajean. Sama sekali tidak. Maka nilai qurban itu terlepas dari nilai-nilai materialis. Materi yang diqurbankan (hewan qurban) hanyalah media untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut.
Masuk akal atau tidak masuk akal, berat atau ringan, sulit atau mudah, besar atau kecil, selagi itu adalah perintah Allah dan apa yang Rosul sunnahkan dengan landasan yang kuat, maka wajib laksanakan. Itulah nilai ketaatan. Tidak boleh ada sanggahan dan protes apa lagi hanya mengedepankan hawa nafsu.
Lihatlah apa kata Ismail, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS Ash- Shaffat: 102). Harus dipertegas, itu perintah Allah dan Rasul!
Nilai Berbagi
Apa yang lebih berharga dari nyawa? Tidak ada. Tapi ternyata itulah yang diminta oleh Allah untuk diberikan kepada Allah. Sebenarnya, nyawa itu dari Allah, jadi wajar saja jika Allah mau ‘meminta’nya kapan saja, di mana saja, dengan cara apa saja. Bukan juga berarti dalam arti nyawa diserahkan sampai tidak bernyawa. Tetapi, bagaimana nyawa itu digunakan hanya untuk kepentingan Allah.
Inilah nilai terdalam dari qurban. Memanfaatkan nyawa yang dimiliki hanya untuk kepentingan Allah. Tentnu saja realisasinya diberikan melalui kegiatan-kegiatan kehidupan (hablumminannas) yang Allah ridhai.
Jadi, berqurban itu nilainya memberikan sesuatu yang paling berharga dari diri kita untuk Allah (hablumminallah) yang direalisasikan melalui kegiatan berkehidupan (hablumminannas).Semoga
Penulis adalah Motivator Jambi
Discussion about this post