Bungo, Aurduri.com – Penambangan emas tanpa izin (PETI) telah menyusahkan warga Dusun Sungai Telang, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Sungai Sebiang yang menjadi sumber air bagi warga mengalami kerusakan.
Imbasnya, warga terpaksa menggunakan air terkontaminasi di sungai itu. Sedangkan sebagian warga yang tergolong mampu, terpaksa membeli air galon.
Padahal, masyarakat dahulu tidak sulit mencari air yang yang jernih. Mereka hanya berjalan beberapa langkah untuk memenuhi kebutuhan air.
“Sungai mengalami kerusakan. Warga masih gunakan airnya, padahal kayak berwarna gitu. Banjir di Bungo juga karena sungai di sini rusak. Terjadi banjir bandang sampai ke rumah masyarakat,” kata Zulfikri, salah satu pemuda Desa Sungai Talang, Kamis (8/2).
Fikiri mengatakan PETI masuk ke Sungai Telang sejak pertengahan tahun 2022.
Pemerintah setempat sudah memberikan peringatan. Bahkan, aparat penegak hukum sudah menangkap penambang emas liar di sana.
Namun, peringatan dan penangkapan tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Penambangan emas liar di sana masih saja beroperasi.
Kondisi ini memicu masyarakat melancarkan aksi unjuk rasa beberapa kali. “Sudah berkali-kali masyarakat demo, tapi PETI masih ada. Pelaku kebanyakan orang luar,” ujar Fikri.
Lalu baru-baru ini, pada tanggal 5 Januari 2024, para pemuda, pemerintah setempat, dan KPHP Unit II dan III Bungo, bermediasi untuk mengatasi permasalahan ini. Namun, Lagi-lagi belum menemukan titik terang.
Fikri mengatakan para pemuda dan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus, akan kembali melakukan audiensi yang disusul aksi unjuk rasa.
Selain itu, Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur Bukit Panjang Rantau Bayur (FK-PHBM) yang didampingi KKI Warsi sudah melaporkan ini ke GAKKUM KLHK. Sebab titik PETI itu berada dekat dengan kawasan hutan desa dan berjarak bekisar 200 meter dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
“Kita melaporkan sudah dua minggu lalu. Kita berharap GAKKUM KLHK segera menurunkan tim untuk memeriksa lokasi ini. Jangan lama-lama, nanti terjadi deforestasi lebih lanjut,” kata Stakeholder Engagement Specialis KKI Warsi, Agus Sumarli.
Sejak adanya PETI itu, kata Agus, air sungai di sana berwarna cokelat. “Padahal di sana masyarakat mandi dan mencuci,” kata Agus.
“Kami sudah melaporkan ke Balai TNKS, karena belum masuk, mereka tidak bisa bertindak. Tapi, kalau sudah masuk wilayah TNKS, tidak perlu GAKKUM KLHK, balai bisa bertindak. Tapi, ini bisa berlanjut ke deforestasi,” ujar Agus. (Wjs)
Discussion about this post