Oleh: Tirta Alim Wiliam Diaz
Tasawuf Falsafi secara bahasa bisa kita bagi menjadi dua, yaitu antasa Tasawuf dan Filsafat. Tasawuf artinya kecintaan terhadap tuhan, sedangkan ilmu Filsafat Islam adalah yang berkenaan dengan akal atau fikiran. Falsafi disini adalah cara yang digunakan dalam bertasawuf.
Tasawuf Falsafi adalah sebuah aliran dalam bertasawuf yang menggabungkan antara visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-peminkiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa filosofis.Tasawuf ini tidak bisa dikatakan sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan fikiran dan rasio, namun juga tidak bisa dikatakan filsafat seutuhnya karena didasarkan pada rasa. Dengan kata lain Tasawuf Falsafi merupakan penggabungan antara rasa dan rasio.
Islam tidak melarang seorang Muslim untuk bebas berpikir, berfilsafat, namun hendaknya dalam kebebasan berpikir harus tetap berpegang kepada nilai, norma dan ajaran Islam. Padahal, Imam Syafi`i, pendiri Mazhab Syafi`i, sudah mengatakan”Sesungguhnya akal itu memiliki batas sebagaimana pandangan mata juga memiliki batas”.
Tetapi jika kita mengutip dari buku “pergolakan pemikiran islam”Ahmad Wahid berpendapat “Saya sungguh tidak mendewa-dewakan kekuatan berpikir manusia sehingga seolah-olah absolut. Kekuatan berpikir manusia itu memang ada batasnya, sekali lagi ada batasnya! Tapi siapa yang tau batasnya itu? Otak atau pikiran sendiri tidak bisa menentukan sebelumnya. Batas kekuatan itu akan diketahui manakala otak kita sudah sampai di sana dan percobaan- percobaan untuk menembusnya selalu gagal.”
Bahkan jika teliti secara mendalam tidak ada yang tau sampai mana kekuatan berpikir manusia itu sendiri.jika lebih lanjut,ibn rusyd mengkritik manusia yang meyakini pembuktian dapat diperolehdengan cara batin dan menyucikan jiwa dari segala nafsu (tajrid al-nafs). Menurutnya,jika mengacu pada Alquran (mengutip surat al-baqarah,ayat 21-22 dan ibrahim,ayat 10),kitab suci ini menasihati manusia untuk mengamati fenomena alam dengan pikirannya sendiri dan mengenal Tuhannya dari sana.
Oleh karena itu, Kekuatan berpikir manusia itu memang ada batasnya, sekali lagi ada batasnya! Tapi siapa yang tau batasnya itu.Dan manusia secara eksistential memang merupakan manusia yang secara luhur bebas berkehendak.disamping itu kitab suci dan yang ada didlamnya berbau keimanan juga berhak mendapat penafsiran bebas atas setiap individu.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN STS Jambi
Discussion about this post